0
Home  ›  Chapter  ›  KTML

[KTML] Bab 3 - Kiss! (TAMAT)

"Di pagi harinya, Luna sudah disibukkan di dapur dengan banyak pelayan yang menatap nona mudanya dengan khawatir. Maklum, ini pertama kalinya 'Bulan' m"

Di pagi harinya, Luna sudah disibukkan di dapur dengan banyak pelayan yang menatap nona mudanya dengan khawatir. Maklum, ini pertama kalinya 'Bulan' menyentuh wajan penggorengan.

Mereka tidak tahu saja jika kini, Luna-lah yang menempati tubuh tersebut. Luna, yang kehilangan orang tuanya sejak kecil, terbiasa memasak karena kakaknya selalu sibuk dengan pekerjannya untuk memenuhi kebutuhan mereka.

Luna tahu diri. Dia memahami betapa kerasnya sang kakak bekerja sejak masih duduk di sekolah menengah atas. Jadi, pekerjaan rumah pun gadis itu ambil alih. Memasak, menyapu, mengepel, dan lain sebagainya.

Kalau dipikir-pikir, bukankah Luna ini sangat berbakat? Ah, benar, kecuali dalam mencari uang. 

'Kakak dan aku memang saling melengkapi,' batin Luna sambil menitikkan air mata. 

Peara pelayan histeris seketika. "N-nona, biar kami saja yang memotong bawangnya."

Luna mendelik. "Kalian jauh-jauh sana! Stop berkerumun!"

Setelah tiga puluh menit berlalu, bekal yang Luna siapkan untuk pangerannya akhirnya jadi juga. Gadis itu bersenandung kecil sambil memasukkan kotak bekal ke dalam tas. Namun ternyata, tasnya terlalu kecil untuk bekal yang lebih cocok dimakan untuk pria dewasa yang bekerja sehari penuh.

Luna berdecak. Dengan terpaksa, ia pun membawa kotak bekal itu dengan tangannya. 

"Berat!" Belum apa-apa, Luna sudah mengeluh. 

Sesampainya di sekolah dengan diantar sang supir, Luna langsung meluncur menuju kelas Hava. Memang pada dasarnya pemuda itu rajin. Jadi meski Luna datang agak pagi, Hava sudah ada di tempat duduknya sambil membaca buku.

"Hava! Babe!" seru Luna tidak tahu malu sembari menggoyangkan tangannya memanggil Hava.

Hava akhirnya mendongak. Remaja itu sempat membuang napas sebentar, sebelum kemudian menghampiri Luna yang senyumnya agak terlalu lebar.

"Ya?" 

Dengan sedikit berjinjit, Luna mengulurkan kotak bekal berukuran besar itu kepada Hava. "Bekal khusus untuk sayangnya aku."

Hava langsung menerimanya. Ada kilat antusias di matanya. "Thanks."

Tanpa basa-basi, pemuda itu kembali berjalan menuju bangkunya. Luna mengikuti dengan riang. Toh, Hava tidak mengusirnya, 'kan?

Luna lantas menyeret kursi entah siapa, kemudian duduk di depan Hava. "Jadi, kapan kita nge-date-nya?" 

"Sepulang sekolah," jawab Hava singkat. Tangannya tengah sibuk membongkar bekal dari Luna.

Di kotak besar itu, ada beberapa kotak lain yang sengaja dipisah. Hava membukanya satu per satu. Nasi putih, sup ayam, orak-arik tempe, hingga salad buah.

Hava menatapnya dengan sedikit membulat. Ia memandang Luna sebentar. Tanpa siapa pun sadari, sudut bibirnya sedikit naik.

"Loh? Kau mau memakannya sekarang?" Luna 'kan niatnya membuatkan bekal makan siang. Apa jangan-jangan ... Hava belum sarapan?

Hava mengangguk sekali. Luna berkedip heran. "Belum sarapan, ya?"

Lagi-lagi, Hava mengangguk. Kali ini, Luna melongo. "Terus kenapa dibuka? Kau benar-benar ingin memakannya sekarang?"

Kembali, Hava mengangguk. Remaja itu sudah menyibukkan dirinya dengan makanan yang Luna masak. Sementara di sisi lain, Luna tidak bisa menahan rahangnya yang terbuka lebar ketika Hava benar-benar menghabiskan bekal tersebut hingga tak tersisa.

"Thanks for the food." Hava merapikan kembali kotak bekal Luna, lalu diberikannya kepada gadis itu.

Apa-apaan Hava ini? Monster pemakan segalanya?

___

Luna tidak bisa menahan senyumnya saat dia menggandeng lengan Hava menuju salah satu kafe paling populer di kota ini. Sesampainya di sana, mata Luna tidak bisa tidak membelalak ketika melihat sosok gadis yang tengah melayani pengunjung. Wajahnya lembut, dengan rambut dikuncir kuda yang berayun di setiap langkahnya.

Bagaimana dia bisa melupakan jika tokoh utama perempuan bekerja di kafe ini?

Luna menoleh, menatap waswas saat Hava duduk di sampingnya. Sejujurnya, Luna tidak tahu alur sudah sampai di mana. Namun melihat Hava yang tampaknya tak mengenali gadis tersebut, seharusnya Luna masih memiliki waktu untuk mengubah plot sesuai keinginannya.

"Hava, psstt ... apa kau mengenal gadis itu?" Luna berbisik sambil menyenggol ringan pundak Hava.

Hava hanya melirik sekilas, lalu mengangguk. Luna melotot.

"Kau mengenalnya?" tanya Luna dengan nada memelas.

"Anak dari rekan kerja ayah," jelas Hava singkat. Jelas terlihat enggan untuk menjelaskan lebih jauh. 

Sayangnya, Luna masih tak bisa tenang. Bahkan setelah menghabiskan seloyang puding dan keluar dari kafe, ia masih tidak bisa membuang bayangan dari gadis berparas cantik tersebut.

Dan yang lebih menyebalkan, saat ia duduk di halte bersama Hava untuk menunggu bus, tokoh utama perempuan juga ada di sana. Duduk di samping Hava dengan tenang sambil memainkan ponselnya.

Luna menggerutu dalam hati. Mengapa semesta seolah mengujinya?!

Diam-diam, Luna melirik Hava yang duduk sambil melipat tangannya di depan dada. Tatapannya fokus tertuju ke jalan raya. Tidak ada ekspresi, tetapi di sanalah pesonanya. 

Ayolah, Luna tidak bisa melepaskan laki-laki setampan Hava begitu saja!

Jadi dengan spontan, tanpa berpikir dua kali, Luna menempelkan bibirnya dengan Hava. Mata laki-laki itu seketika membola. Seolah sekadar menempel saja tak cukup, Luna menggerakkan bibirnya hingga suara bibir yang saling mengecap terdengar.

Sang tokoh utama perempuan— Violet— terlihat membelalakkan matanya. Dia sempat bertemu pandang dengan Luna, sebelum kemudian memutuskan kontak mata karena malu. 

Luna masih belum berhenti. Lantaran kesal, bibir Hava pun menjadi korbannya.

"Apa kau sudah gila?" Hava mengusap darah di bibirnya ketika Luna akhirnya menjauhkan wajahnya.

"Yep!" Luna kembali menempelkan bibirnya ke bibir Hava.

Lewat sudut matanya, ia melihat Violet yang ditarik menjauh oleh seorang laki-laki. Tunggu, bukankah itu sang antagonis?

"Tck!" Hava mendorongnya menjauh. "Berhenti menggigit."

Luna tersentak. Tatapannya tak fokus ketika melihat Violet tidak berdaya saat dipaksa masuk ke dalam mobil. Apa kejadian ini ada di novel? Seharusnya tidak, 'kan? Sial, Luna tidak memperpendek umur tokoh utama wanita, 'kan?

"Apa yang kau lihat?" Hava ikut menoleh, tetapi mobil tersebut sudah melaju kencang.

"Fokus!" Hava menangkup wajah Luna, memaksa gadis itu agar kembali fokus padanya. Ekspresinya tetap datar, tetapi Luna bisa merasakan jika Hava tengah dirundung kesal.

"Y-ya, apa?" Luna berkedip beberapa kali, berusaha menyadarkan dirinya untuk kembali ke dunia nyata.

Hava mengerutkan keningnya. Tanpa melepas wajah Luna, pemuda itu berkata tegas, "Kau harus bertanggung jawab."

Luna ikut mengerutkan keningnya. Bertanggung jawab? Atas apa?

"Kau sudah melecehkanku," jelas Hava seolah mengerti kebingungan Luna.

"Apa? Hah? Ya ... kau tidak salah, sih. Tapi 'kan kau juga membalas ciumanku!" balas Luna tidak mau kalah.

"Kau tetap harus bertanggung jawab." Hava menatap Luna tajam, seakan-akan gadis itu adalah penjahat kelamin— meskipun memang tidak sepenuhnya salah.

Luna merengut kesal. Ia mengangkat kedua tangannya ke udara, menyerah. "Oke, oke, lalu apa yang kau inginkan? Bekal lainnya?'

Hava langsung menggeleng tegas. "Kita harus menikah."

"Meni- what the fuck, Hava?!"

Dan di sinilah Luna sekarang, kegirangan karena Hava benar-benar menikahinya. Kini, usianya sudah dua puluh lima tahun, sementara Hava dua puluh enam tahun. Sempurna, bukan? Siapa sangka rencana konyolnya untuk merebut male lead benar-benar terwujud?

'Maaf, Violet, tapi pria tampan ini sekarang milikku!' Luna membalas ciuman Hava dengan penuh cinta.

-TAMAT-

Iya, tamat, udah gitu doang (〃∀〃)ゞ

Ah iya, Ao sebenernya udah nyiapin cerita buat kakaknya Luna— karena memang keduanya ini sepaket. Ditunggu rilisnya yaa~~
Aouki
Support Ao via Trakteer biar makin semangat nulis (opsional, karena komentar dari kalian sudah lebih dari cukup ヾ(^-^)ノ)
Posting Komentar
Search
Menu
Share
Additional JS