[BYT] Bab 25 - Raya Adiwangsa
"Maya mengucek matanya, memandang bingung ke sekitar. Ruangan ini memang terlihat seperti kamar Raya, tetapi memiliki tata letak furnitur yang berbeda."
Maya mengucek matanya, memandang bingung ke sekitar. Ruangan ini memang terlihat seperti kamar Raya, tetapi memiliki tata letak furnitur yang berbeda.
Beberapa mainan khas anak perempuan tergeletak di lantai, dibiarkan berserakan begitu saja. Perbedaan yang paling mencolok adalah tidak adanya terali di jendela dan pintu kamar yang terbuka lebar.
"Kak Lexa! Kak Axel!" Suara nyaring itu membuat Maya terlonjak kaget. Mengikuti instingnya, gadis itu keluar dari kamar dan menuju ke sumber suara.
Maya terus melangkah, hingga di belokan koridor terakhir, ia menemukan tiga anak-anak yang terlihat sangat familiar. Spontan, gadis itu menyembunyikan tubuhnya hingga menempel di dinding, tepat di samping guci.
"Tck! Berhentilah mengganggu kami!" Suara anak laki-laki terdengar menggema. Lagi-lagi, Maya merasa tidak asing. Bukankah nada nyaring itu sangat khas dengan Axel?
"Kak, lihat, aku baru saja mendandani Lily." Raya masih tidak menyerah. Gadis kecil itu menunjukkan bonekanya yang sudah ia modifikasi dengan dandanan baru.
Axel mencemooh, sementara Lexa bahkan tak sedikit pun melirik. "Your doll looks so ugly!"
"Noooo! My Lily is pretty! Look, aku memakaikannya lipstik dan menguncir rambutnya," kata Raya setengah merengek.
"And whose lipstick did you use? Your slutty mom?"
Suara tajam yang muncul dari dekatnya itu membuat Maya hampir meloncat ke belakang. Ia menoleh, menatap seorang pemuda yang mungkin masih berada di fase remaja awal dengan terkejut. Bukankah dia Devon? Dan kenapa dia seolah-olah tak bisa melihat Maya?
'Aku ... tak terlihat?' Maya terpaku, menatap tangannya seolah-olah yang hanya tersisa kulit dan tulang.
Saat itulah ia menyadari, jika tangan tersebut benar-benar 'miliknya'. Maya mengalihkan pandangannya, menatap guci yang ada di sampingnya untuk melihat pantulan dirinya.
Di sana, terlihat wajah seorang remaja yang tirus hingga tulang pipinya hampir terlihat. Bibirnya pucat, dan matanya membola terkejut.
Namun tiba-tiba, guci itu menghilang. Maya tersentak. Ia mendongak, mengedarkan pandangannya. Kini, ia tidak lagi berada di koridor yang sama.
Ruangan ini luas, hampir sebesar kamar Raya. Ada satu meja besar dengan perangkat elektronik yang biasanya orang gunakan untuk bekerja. Di sana, beberapa dokumen juga terlihat tertumpuk rapi.
Rak buku menjulang tinggi, dengan buku-buku tebal yang berjejer sesuai abjad. Maya mencoba mengambil salah satu buku, tetapi tangannya justru menembus benda tersebut.
Untuk kedua kalinya, Maya memandang tangannya. Sebenarnya apa yang tengah terjadi?
"Stop following me." Suara dingin itu terdengar dari pintu yang berderit terbuka. Maya membalikkan badannya, menatap ke arah Garry yang terlihat jauh lebih muda dengan ekspresi datar seperti biasanya.
Di belakangnya, gadis kecil yang Maya tebak sebagai Raya itu tetap bersikukuh untuk mengikuti ke mana pun Garry pergi. "Aku ingin membantu Ayah bekerja," katanya polos.
Garry memijat pangkal hidungnya. Matanya menyorot datar anak bungsu yang tak pernah diharapkannya. "Bermainlah dengan kakak-kakakmu."
Pintu tertutup tepat di wajah Raya, dan pandangan Maya lagi-lagi berubah. Kali ini, ia melihat Raya kecil yang tengah berjalan-jalan di koridor. Namun tiba-tiba, perhatiannya teralih pada sesuatu yang bersinar di dalam gudang.
Tanpa berpikir dua kali, Maya mengikuti langkah Raya. Di dalam gudang tersebut, Raya menemukan sebuah buku. Itu adalah buku yang sama dengan yang Maya temukan di laci terkunci milik Raya— buku yang memiliki sampul dengan dua garis yang membelit seperti ular.
Maya melihat dari balik punggung Raya, ingin ikut mengamati. Saat gadis kecil itu akhirnya membuka buku tersebut, keduanya memiliki reaksi yang serupa dalam waktu bersamaan— bingung.
"Bukunya kosong?" Raya bertanya pada udara kosong. Jari-jari kecilnya membolak-balikkan buku itu dengan cepat, tetapi tidak ada satu pun tulisan yang terlihat.
Bersamaan dengan Raya yang keluar dari gudang sambil membawa buku tersebut, Maya lagi-lagi berpindah tempat.
Di kamar, Maya bisa melihat Raya yang tengah menulis di buku bersampul merah muda. Tulisan-tulisan itu sudah pernah Maya baca. Yang artinya, dia kini memang berada di masa lalu.
"Semua orang jahat!" Raya melempar buku itu ke lantai. Tatapannya kemudian beralih ke buku yang ditemukannya di gudang beberapa minggu yang lalu.
Sama seperti sebelumnya, buku itu tetap kosong. Raya mencebik kesal. Ia kembali mengambil pensilnya, lalu menumpahkan keinginannya di buku tersebut.
Maya tetap mengamati dalam diam ketika Raya akhirnya lelah menulis dan memilih berbaring di tempat tidur. Di meja belajar, buku itu dibiarkan terbuka begitu saja. Lalu, sesuatu yang aneh terjadi.
Buku yang semula memiliki tulisan tangan Raya ... mulai berubah. Maya membelalakkan matanya. Kalimat demi kalimat muncul dengan sendirinya, membentuk serangkaian paragraf yang pernah Maya baca.
"Apa yang sebenarnya terjadi?" Maya melirik ke arah Raya. Gadis kecil itu ... tersenyum di dalam tidurnya.
Masih dengan tatapan penuh ketidakpercayaan, Maya lagi-lagi berpindah ke waktu yang berbeda. Raya membuka pintu kamarnya, lalu membantingnya ke kuat.
Bocah itu sedang berlinang air mata saat tangannya menulis kalimat lain di buku tersebut.
Aku ingin berlibur dengan ibu dan ayah ke pantai. Aku tidak mau tinggal di sini lagi.
Maya menggigit pipi bagian dalamnya. Tangannya terangkat, ingin mengusap air mata yang membasahi wajah kecil tersebut. Sayangnya, tangannya tak bisa menyentuh sesuatu yang berasal dari masa lampau.
Tiba-tiba, Maya menemukan dirinya menyaksikan Raya yang tengah berenang bersama anak-anak Adiwangsa. Mereka terlihat begitu akrab, seakan-akan tidak pernah memiliki kebencian pada Raya.
Hingga kemudian, kesadaran menghantam kepala Maya hingga membuat gadis itu terpaku dengan mata kosong. Jangan bilang ... anak itu adalah dirinya?
Tergesa-gesa, Maya berlari menuju kamar Raya. Kamar itu kosong saat Maya lagi-lagi mendapati buku yang dibiarkan terbuka. Di sana, beberapa paragraf baru terbentuk. Raya sedang berlibur bersama ayah dan ibunya. Membentuk istana pasir, berenang, dan berburu cangkang kerang.
Pemandangan di sekitarnya mendadak berubah. Tidak seperti tadi yang selalu berada di dalam rumah keluarga Adiwangsa, kini ia berada di tempat pemakaman umum dengan banyak orang berpakaian hitam yang berdiri di sekitar.
Tatapan Maya lantas tertuju pada Axel yang menangis histeris. Lexa menggandeng tangannya, mencoba menenangkan adik kembarnya. Devon terlihat berjalan menjauh dengan wajah tertunduk, sementara Garry memegangi payung untuk anak kembarnya. Di sisinya yang lain, Raya berdiri dengan mata berkaca-kaca. Ada rasa bersalah yang menari-nari di matanya.
Derik berikutnya, suara teriakan Axel terdengar. Anak laki-laki itu menunjuk Raya dengan marah, menyalahkan ibu gadis kecil itu yang telah merenggut nyawa ibunya.
Semua orang berbisik-bisik, saling melempar pandangan. Tidak lama kemudian, seorang pelayan membawa Raya pergi.
Maya terpaku. Ia kembali berpindah tempat dan waktu, menunjukkan bagaimana penolakan keluarga Adiwangsa yang semakin terlihat pada Raya. Kebencian yang mengambang di udara membuat rumah besar ini terasa pengap.
"Maya, wake up! Kenapa kau tidur di lantai?" Suara Axel yang samar-samar terdengar ketika Maya membuka matanya perlahan.
Gadis itu tersentak kaget, lalu buru-buru berdiri. Matanya mengedar, memandang setiap detail di kamar Raya. Tidak ada mainan yang berserakan di lantai. Artinya, dia kini sudah kembali ke masa kini.
"Hei hei, calm down. Apa kau bermimpi buruk?" Axel dengan lembut menarik Maya untuk duduk di tepi ranjang.
Maya masih terlihat tidak fokus. Ia kembali menatap sekitar, mencari keberadaan buku aneh itu. Sayangnya, buku tersebut tidak ada di mana pun. Bahkan di laci, hanya ada buku bersampul merah muda.
Maya menoleh cepat ke arah Axel yang menatapnya khawatir. "Apa Kakak mengambil buku dari kamar ini?"
Axel mengerutkan keningnya, menatap Maya bingung. "Tidak. Untuk apa?"
Benar. Axel tidak memiliki alasan untuk tiba-tiba mengambil buku tersebut. Lantas, ke mana buku itu menghilang?
"Aku ke mari untuk membawakan makan malam. Look, there's strawberry milk as well." Axel mengangkat nampan yang ada di nakas, menunjukkannya pada Maya.
Mata Maya membulat horor. Remaja itu mengepalkan tangannya. "Apa saja yang sudah kalian dapatkan?"
"Apa maksudmu–"
"Jangan berpura-pura tidak tahu! Kalian menyelidikiku, 'kan? Jadi, apa saja yang kalian dapatkan? Apa kalian sudah puas sekarang?" Maya memotong perkataan Axel, menatap pemuda itu nyalang.
Rahang Axel terlihat mengetat. Laki-laki itu berdiri, lalu tanpa aba-aba membanting nampan yang masih berisi makanan lengkap ke lantai dengan kuat. Suara yang memekakkan telinga itu hampir membuat Maya goyah, tetapi ia tetap berusaha untuk tidak memutus kontak mata dengan Axel yang mengamuk.
"Oh, we got everything we wanted, of course! Your real identity, your family, your school, your favorite foods and drinks. Everything!" Axel meraih pundak Maya, memaksa gadis itu diam di tempatnya.
"So listen, don’t you dare interrupt me, or I’ll do something you REALLY don’t want to find out." Pandangan Axel menajam ketika ia menunjuk pada makanan yang berserakan di lantai. "Kau lihat itu? That’s a taste of what’ll happen to your family if you stay stubborn and disobedient."
Axel memberikan sedikit tekanan di pundak Maya, sebelum kemudian berjalan pergi tanpa kata. Suara 'klik' ringan terdengar, meninggalkan Maya yang duduk dengan mata berkaca-kaca.
'Kenapa harus keluargaku ...?'
___
Akhirnya bisa up (๑˃̵ ᴗ ˂̵)و

aaaa thorr😭 sebenarnya aku agak bingung fungsi buku itu, terus kalo ngga salah kan mereka sebenarnya pengen punya adik tapi kenapa harus ada jiwa maya dulu baru mereka mau terima gituq
BalasHapusMemang belum dijelasin yang bener², kok. Ditunggu yaaa~
HapusSoalnya Raya anak dari pel*cur yang secara nggak langsung bunuh ibu mereka. Dan mereka juga nggak terlalu suka adik yang ''bising'. Sebenarnya malah yang nggak benci sama Raya tuh Garry, loh. Cuma sekadar nggak suka, bukan benar-benar benci ଘ(੭ ᐛ )♡
itu buku nya ko bisa ngilang?
BalasHapusada rahasia apaan si di masa lalu?? blom ngerti ini...
Ngilang atau dicuri? Hehe~
Hapussemangattt torrr
BalasHapusMakasih semangatnyaaaa!
HapusKak kalau mau pakai bahasa inggris minimal dikasih terjemahan nya jujur aku nggak ngerti 😭
BalasHapusHehe, kalau nggak mager, ya (〃゚3゚〃)
Hapussemangathhh kakk💪🏻😤
BalasHapusMakasih, Sayy (๑˃̵ ᴗ ˂̵)و
Hapus