0
Home  ›  BYT  ›  Chapter

[BYT] Bab 15 - Rumah Sky

""Untuk apa kalian ke kelas kami?!" sentak Sky dongkol. Remaja itu baru kembali dari kantin dengan beberapa makanan di tangannya. "

"Untuk apa kalian ke kelas kami?!" sentak Sky dongkol. 

Remaja itu baru kembali dari kantin dengan beberapa makanan di tangannya. Ia sudah membayangkan senyum malu-malu 'Raya' saat menerima makanan darinya. Namun, imajinasinya hancur seketika ketika menemukan Axel yang tengah mengusap-usap kepala Maya.

"Tentu saja untuk menemui adik kami!" balas Axel tidak kalah sewot. Tanpa sadar, tangannya yang sedang mengelus puncak kepala Maya menjadi lebih kasar.

Maya meringis kecil. Untungnya, Lexa menyadari hal itu dan melepaskan tangan Axel dari rambut Maya.

Sky menyeringai. "Hah! Lihat itu!"

"Apa?!" seru Axel tidak terima.

Maya mengulum bibirnya dengan canggung saat melihat perdebatan langsung antara teman dan kakak Raya. Di sisi lain, Lexa terlihat sedang memijat pelipisnya. Wajah datarnya terlihat lebih datar dari biasanya. 

"Axel, apa kau tidak malu bertengkar dengan bocah ingusan?" Lexa menyilangkan kedua tangannya di dada, menatap muak dua remaja kekanakan di depannya.

"Dan kau," ucap Lexa sambil menatap Sky lurus-lurus. "Aku mengizinkan Raya untuk menginap di rumahmu— hanya untuk hari ini."

"What the hell, Lexa?!" Axel memandang kakak kembarnya dengan tatapan penuh ketidaksujuan.

Lexa menghela napas. "Watch your mouth, Axel. Raya's here."

Axel mendengkus kasar. Ia masih terlihat tidak setuju dengan keputusan Lexa, tetapi memilih mengalah— karena sedikit banyak, ia mengerti alasan saudaranya itu mengizinkan Maya menginap di rumah Sky. 

Berbeda dengan Axel, seringai kemenangan justru terbentuk di bibir Sky. Ia memandang Axel dengan sombong. Tatapannya seolah mengatakan 'who's the loser now?'. Yang mana, membuat Axel mengumpat dalam hati, menahan diri untuk tidak menghantam kepala Sky ke tembok.

"Raya, kita akan mengadakan pesta piyama nanti. Sayang sekali kau tidak mengingat pesta kita yang sudah-sudah," kata Sky dengan kedua sudut bibir yang turun ke bawah, membentuk lengkungan cemberut. 

"Jaga batasanmu. Raya hanya akan menginap semalam, tidak lebih." Peringatan dari Lexa membuat Sky memutar bola matanya dengan dramatis.

"Raya, kakakmu menakutiku ...." adu Sky sambil merangkul lengan Maya dengan erat.

Maya hanya bisa memberikan senyum canggung, bingung harus mendukung siapa. Bagaimanapun juga, ketiganya adalah orang asing di kehidupan Maya— yang artinya, mereka memiliki kedudukan sama rata.

Setidaknya ... untuk sekarang.

***

"Tadaaaa! Welcome to my home, Ray!" Sky dengan semangat menggandeng Maya memasuki rumahnya.

Maya melongo, menatap sekitar tanpa bisa menyembunyikan rasa kagumnya. Rumah keluarga Adiwangsa memang besar dan juga mewah. Namun ..., tidak se-glamour ini.

Interior rumah Sky didominasi nuansa putih dan krem yang elegan. Dilengkapi dengan aksen emas di beberapa sudut. Lantai marmer terlihat mengilap, memantulkan cahaya dari lampu kristal yang menggantung megah di langit-langit ruang tamu. 

"Ini ... istana?" 

Pertanyaan polos itu membuat Sky tergelak. Ia menarik lengan Maya, berjalan di koridor penuh kelokan dengan lukisan klasik yang berjejer.

"According to my mom, yes." 

Maya mengangguk-angguk, menatap penuh kagum pada segala kemewahan yang terbentang tepat di depannya.

Setelah berjalan cukup lama, Sky akhirnya menghentikan langkahnya di sebuah pintu yang Maya tebak adalah kamar gadis tersebut. Benar saja, begitu Sky mengajaknya masuk, Maya kembali ternganga.

"Itu lemari milikmu, Ray. Ingat saat aku menceritakan jika kau lebih sering tinggal di sini?" Sky menunjuk sebuah lemari yang letaknya bersebelahan dengan lemari besar lainnya.

Entah untuk ke berapa kalinya, bibir Maya kembali terbuka. Ia sungguh tidak menyangka jika Raya sampai memiliki lemarinya sendiri di kamar ini.

Dan saat Sky membukanya, Maya akhirnya bisa melihat koleksi pakaian milik Raya. Sky menarik salah satu kaus, memperlihatkannya pada Maya sambil merentangkan tangan.

"Bagaimana jika kau memakai ini?" Sky lalu menarik kaus lain. Kali ini, tipe kaus dengan lengan panjang. "Atau ini?"

"Umm ... yang ini saja." Maya memilih kaus terakhir. Ada senyum kecil di bibirnya, yang membuat pipinya terlihat mengembung lucu.

'Menggemaskan sekali!' Sky berteriak gemas dalam hati.

"Nice pick!" kata Sky sambil mencubit ringan pipi Maya.

Saat itulah, pandangan Maya tidak sengaja tertuju pada kunci yang tergeletak di atas kotak sepatu. Apa itu ... kunci dari laci yang ada di kamar Raya?

***

"Apa kalian berdua sudah gila?" Garry memijat pelipisnya yang mendadak terasa berdenyut nyeri.

Ia baru pulang dari kantor, dan sama sekali tidak mengharapkan adanya seorang wanita yang terikat di ruang tamu dengan kondisi mengenaskan. Wanita itu terlihat setengah sadar, dengan mulut yang disumpal kaus kaki kotor. Hidung pria itu seketika mengerut jijik. 

"We are." Lexa dan Axel menyahut bersamaan. Benar-benar saudara kembar yang kompak.

"Ada apa, Tua- astaga, mayat!" Asisten pribadinya— Rendi— tidak bisa menahan keterkejutannya.

"She's not dead yet," sahut Axel santai.

Rendi meringis. Tanpa bertanya atau mengatakan apa pun lagi, pria itu langsung lari terbirit-birit setelah meletakkan tas kerja Garry di lantai.

Garry menggeleng pelan. Pria itu menyilangkan dadanya, memandang kedua anaknya dengan tatapan tajam penuh selidik.

"Jadi ..., ada apa ini?" 

"This Bit-ch hurt our Maya with her filthy mouth." Axel menarik rambut wanita itu dengan sentakan kuat, membuatnya mengeluarkan pekikan tertahan.

Garry melangkah mendekat. Tatapannya tertuju pada kedua mata yang sudah basah dengan air mata. Jejak dari riasannya membuat Garry mengeluarkan dengkusan jijik.

"Siapa ini?" tanya Garry sambil mengambil beberapa langkah mundur.

"Aghmm!" 

Melihat Axel yang bukannya menjelaskan dan malah menjambak rambut wanita itu, Lexa akhirnya memutuskan untuk mengambil alih. Gadis itu menceritakan apa saja yang terjadi secara lengkap kepada sang ayah. 

Begitu penjelasan Lexa usai, pandangan Garry seketika menajam. Tanpa aba-aba, pria itu menendang wanita tersebut hingga terjengkang ke belakang.

"You're a monster. How could a teacher behave in such a disgusting manner?" Perkataan tajam Garry disertai dengan tendangan lain. Kali ini, Garry dengan sengaja menekan pantofel mahalnya ke perut wanita tersebut hingga membuat menggeram kesakitan. 

Siapa monster yang sebenarnya di sini?

"Ayah, itu bagian kami!" Axel berseru kesal. Padahal ia sudah menahan diri sejak tadi, tetapi mengapa justru ayahnya yang mendapat kesenangan tersebut?

"Fine. Just don't let her die." Garry memberikan tekanan kuat di perut wanita itu, sebelum kemudian berjalan pergi sambil merapikan jasnya. Seolah-olah, apa yang baru saja ia lakukan adalah hal normal yang sama sekali tidak melanggar norma.

"Got it, Dad." Axel menyeringai lebar. Sambil bersiul pelan, ia memaksa wanita itu untuk berdiri.

"Ini ... untuk mulutmu yang menjijikkan itu." Axel melayangkan tangannya, mengirimkan bogeman mentah yang membuat wanita itu kembali memekik tertahan. 

"Lalu ini ... karena kau mempermalukan Maya di depan semua orang." Pukulan lain kembali mendarat. Sama sekali tidak ada belas kasihan di sana. Axel tidak peduli jika orang ini adalah pria atau wanita.

"And this ... for hurting my little sister." Tidak tanggung-tanggung, Lexa menampar kuat pipi wanita tersebut hingga lebam seketika.​

***

Bab ini belum direvisi karena mepet. Tolong komen kalau ada kalimat yang nggak nyambung T_T
Aouki
Support Ao via Trakteer biar makin semangat nulis (opsional, karena komentar dari kalian sudah lebih dari cukup ヾ(^-^)ノ)
6 komentar
Search
Menu
Share
Additional JS